Kampung Media Lengge Wawo, Sekretariat: Jalan Lintas Bima - Sape Km.17 Kompleks Lapangan Umum Desa Maria Utara Kecamatan Wawo Kabupaten Bima, Telepon: 0374-7000447. Bagi yang ingin mengirim Tulisan Berita atau Artikel hubungi Nomor HP: 081803884629/085338436666

Senin, 12 Agustus 2013

Uma Lengge, Lumbung Ketahanan Masyarakat Bima


KM. LENGGE WAWO,-
Pengantar
Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia terus mengalami tekanan dan perubahan seiring perubahan dimuka bumi. Perdagangan bebas, telah merubah pangan sebagai bagian dari budaya manusia menjadi komoditi yang hanya bisa dilihat dari 2 alasan yakni uang dan politik.

Pangan bukan lagi sebuah kultur yang mengatur kearifan hidup manusia dalam berhubungan sesama, menghargai alam bahkan memikirkan kehidupan dimasa mendatang. Pangan menjadi komoditi politik, karena mampu memicu perang, memicu ketidakadilan bahkan menjadi alat menguasai kehidupan. Benih tanaman yang menjadi sumber pangan saat ini menjadi alat menguasai kehidupan seluruh umat manusia. Penguasaan benih dan gen (bagian terkecil dari sebuah kehidupan) oleh perusahaan-perusahaan multinasional adalah bagian penguasaan pangan. Pangan akan menjadi dewa dari keseluruhan kehidupan. Maka tidak heran kalau karena pangan seringkali berbagai problem kehidupan termasuk krisis disebuah negara terjadi. 

Krisis pangan yang terjadi pada tahun 1998 menimbulkan masalah yang cukup serius terhadap kualitas ketahanan pangan masyarakat. Apalagi Indonesia banyak menggantungkan pangannya sebagian dari impor bukan dari produk dalam negeri. Krisis pangan saat ini lebih dipicu karena krisis energi. Beberapa negara penghasil pangan merubah produknya menjadi bahan energi untuk menggerakkan industrinya bukan untuk pangan yang dieksport. Hal ini menyebabkan negara-negara pengimpor pangan seperti Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya karena harganya menjadi naik. Kondisi ini menjadi peluang untuk memperbaiki produksi pangan lokal agar mampu memenuhi pangan bagi seluruh masyarakatnya. Salah satu yang saat ini gencar dilakukan oleh Kementrian Pertanian RI adalah membangun lumbung pangan masyarakat sebagai salah satu sarana penopang maupun coping mechanism ketahanan pangan komunitas. Pada saat krisis saat itu, lumbung pangan yang masih berkembang di masyarakat berperan sangat penting dalam mengatasi kebutuhan pangan keluarga dan anggota masyarakatnya. 

Bentuk lumbung pangan ada yang merupakan lumbung keluarga tapi ada juga lumbung masyarakat. Kelembagaan lumbung pangan masyarakat banyak yang tingkatannya sederhana serta terus berorientasi sosial. Namun demikian banyak Lumbung masyarakat yang mempunyai potensi untuk dikembangkan melalui proses-proses yang sesuai dengan kultur setempat. Upaya ini diharapkan akan mampu memberikan kontribusi terhadap perwujudan ketahanan pangan dan kedaulatan petani. Selain itu diharapkan akan berdampak pada tumbuhnya lembaga sosial ekonomi masyarakat ini mampu menjadi lembaga penggerak ekonomi perdesaan. Hal ini karena lumbung pangan terbukti memiliki potensi dan daya adaptasi yang tinggi dari berbagai situasi. Pengalaman pada saat krisis ekonomi telah memberikan pelajaran bahwa lumbung pangan cukup efektif melayani kebutuhan pangan masyarakat.

Berangkat dari kebutuhan mendorong tumbuh dan berkembangnya lumbung dalam kelompok masyarakat, berikut salah satu model lumbung pangan perorangan dan komunitas yang telah berkembang sejak lama dan eksis hingga saat ini. Model lumbung Uma Lengge yang mulai ditinggalkan masyarakat, namun masih eksis di desa Maria, kecamatan Wawo, kabupaten Bima (Nusa Tenggara Barat). Tulisan ini menyajikan sekilas model lumbung pangan sebagai bahan pembelajaran bagi masyarakat dan pemerintah.

Awal mula Uma Lengge
Menurut cerita para tetua di Kabupaten Bima khususnya di Kecamatan Wawo, Uma Lengge didirikan mulai abad ke 14 - ke 15 (tahun 1540). Hal ini sejalan dengan sejarah 471 tahun silam dimana masyarakat Wawo masih bermukim di Pulau Sulawesi dan Sumatera (Pulau Andalas). Masyarakat Wawo pada saat itu suka berhijrah ke pulau-pulau untuk mencari tempat tinggal yang baru. Nama – nama tempat tinggal mereka yang ada di Sulawesi dan Sumatera dibuat sama dengan nama tempat-tempat yang ada di Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima misalnya:

1. Negeri Maria di Sulawesi (salah satu desa bernama Maria)
2. Negeri Wawo di Sulawesi sebagai Kecamatan Wawo
3. Negeri Kawae di Sulawesi, salah satu desa bernama Kawae
4. Negeri Negeri Lumu di Sulawesi. Nama serupa juga ada di Kec. Wawo Kab. Bima
5. Negeri Bonto Sunggu di Sulawesi. Nama serupa juga ada di Kec. Wawo
6. Negeri Wosu di Sulawesi. Nama serupa juga ada di Kec. Wawo Kab. Bima
7. Negeri Tanah Bangka di Sumatera. Nama serupa ada di Kec. Wawo Kab. Bima 

Dari ke - 7 Negeri atau desa diatas, terutama di desa Maria yang sejak ratusan tahun terdapat sistem lumbung dalam bahasa Bima (Ngahi Mbojo) Uma Lengge. Menurut sejarah tetua, sejak mereka berada di Negeri Sulawesi dan Sumatera mereka sudah punya lumbung pangan (Uma Lengge) di Maria atau Wawo pada umumnya. Hanya dari tempat-tempat yang biasa digunakan baik di sulawesi dan sumatera, Lumbung (Uma Lengge) disebut juga tempat menyimpan hasil-hasil pertanian. Pada zaman dahulu Lumbung Pangan (Uma Lengge) juga dijadikan sebagai tempat tinggal, kemudian perkembangan saat ini Lumbung pangan tersebut (Uma Lengge) tidak lagi dijadikan sebagai tempat tinggal. Apalagi pernah ada sejarah pada jaman penjajahan terjadi kebakaran besar di desa Maria yang menghanguskan seluruh desa. Akhirnya oleh masyarakat, model Uma lengge dipisah dengan perkampungan yang ditempatkan pada tanah yang lebih tinggi. Lumbung dikumpulkan dalam satu tempat diatas tanah desa. Menurut Kepala desa Maria. Uma Lengge ditempatkan tersendiri dari lingkungan perkampungan tempat tinggal masyarakat Maria dengan tujuan agar menghindari dari bencana kebakaran. Di atas tanah yang terletak lebih tinggi sebelah tempat dimana Uma Lengge berada, dibangun juga panggung sederhana yang digunakan antara lain untuk upacara – upacara ada yang terkait dengan ritual Uma Lengge. 

Lengge sebenarnya merupakan salah satu rumah adat tradisional Bima yang dibuat oleh nenek moyang suku Bima (Mbojo) sejak zaman purba. Sejak dulu, bangunan seperti ini tersebar di berbagai wilayah seperti di kecamatan Wawo, Sambori dan Donggo. Khusus di Donggo terutama di desa Padende dan Mbawa terdapat rumah yang disebut Uma Leme. Dinamakan demikian karena rumah tersebut sangat runcing melebihi Lengge. Atapnya dibuat mencapai hingga ke dinding rumah. Saat ini jumlah Lengge atau Uma Lengge semakin sedikit. Di kecamatan Lambitu, Lengge dapat ditemukan di desa Sambori (sekitar 40 km sebelah tenggara kota Bima), desa Kuta, Teta, Tarlawi dan Kaboro. Di kecamatan Donggo juga terdapat Lengge. Meskipun memiliki sedikit perbedaan dengan Lengge Sambori maupun Lengge yang ada di Wawo. Secara umum, struktur Uma Lengge berbentuk kerucut setinggi 5- 7 cm, bertiang empat dari bahan kayu, beratap alang-alang yang sekaligus menuturpi tiga perempat bagian rumah sebagai dinding dan memiliki pintu masuk dibawah (Muslimin Hamzah, Ensiklopedia Bima. Buletin Bima Akbar Pemkab. Bima, dan Buletin wisata Akbar, hal 161).

Bangunan Uma Lengge
Dalam membangun Uma Lengge oleh masyarakat Maria dilakukan secara gotong royong. Pemerintah Desa Maria bersama seluruh Masyarakat Maria bersama-sama membangunan Uma Lengge dan dilakukan dalam satu hari. 

Pada awalnya model Uma Lengge dan Uma Jompa terdiri dari tiga lantai. Lantai pertama digunakan untuk menerima tamu dan kegiatan upacara adat. Lantai kedua berfungsi sebagai tempat tidur sekaligus dapur. Sedangkan lantai ketiga digunakan untuk menyimpan bahan makanan seperti padi, palawija dan umbi-umbian. Pintu masuknya terdiri dari tiga daun pintu yang berfungsi sebagai bahasa komunikasi dan sandi untuk para tetangga dan tamu. Menurut warga Sambori, jika daun pintu lantai pertama dan kedua ditutup, hal itu menunjukan bahwa yang punya rumah sedang berpergian tapi tidak jauh dari rumah. Tapi jika ketiga pintu ditutup, berarti pemilik rumah sedang berpergian jauh dalam tempo yang relatif lama. Hal ini tentunya merupakan sebuah kearifan  yang ditunjukkan oleh leluhur orang-orang Bima. Ini tentunya memberikan sebuah pelajaran bahwa meninggalkan rumah meski meninggalkan pesan meskipun dengan kebiasaan dan bahasa yang diberikan lewat tertutupnya daun pintu itu. Disamping itu, tamu atau tetangga tidak perlu menunggu lama karena sudah ada isyarat dari daun pintu tadi . (Muslimin Hamzah, Ensiklopedia Bima. Buletin Bima Akbar Pemkab. Bima, dan Buletin wisata Akbar).

Seiring perubahan zaman, Uma Lengge sudah banyak berubah disesuaikan dengan kebutuhan masa kini. Perubahan yang banyak terjadi adalah bahan baku yang dipakai untuk membuat atap. Saat ini mulai banyak Uma lengge yang atapnya terbuat dari seng. Pembangunan Uma Lengge pada hakekatnya tidak menggunakan bahan atau alat yang terbuat dari besi atau baja melainkan terbuat dari kayu dengan atap dari daun ilalang. Karena saat ini mulai terbatas rumput alang-alang serta banyaknya masyarakat yang mengendalikan rumput dengan herbisida sehingga alang-alang mulai sulit ditemukan. Struktur bangunan Uma Lengge didesaign sangat baik termasuk mengatasi hama tikus masuk (lihat foto penampang kayu untuk mencegah tikus masuk) 

Fungsinya Lengge-lengge yang ada di kecamatan Wawo saat ini sudah banyak yang difungsikan hanya sebagai lumbung pangan terutama padi. Menurut cerita John Ali (warga desa Maria), isi Uma Lengge sebenarnya sangat beragam bukan hanya padi, tatapi berbagai serelia termasuk gandum, sorgum, cantel, jagung, dll. Namun seriring berubahnya model pertanian diwilayah tersebut, isi lumbung lebih didominasi oleh gabah kering.

Penyimpanan hasil panen terutama padi atau gabah dilakukan secara bersama-sama di Uma Lengge dan Uma Jompa dalam satu kompleks.. Hal inilah, yang membuat masyarakat Desa Maria di Wawo, membuat lumbung secara bersama-sama yang dijaga secara khusus oleh dua juru pelihara desa. Tiap kali panen tiba, masyarakat Desa Maria selalu menyimpan padi-padi dan gabah mereka di lumbung ini. Demikian halnya dalam mengambil isi lumbung, dibuat jadwal pada hari tertentu ( 1 minggu satu kali pada hari Selasa). Aturan ini mendorong setiap keluarga mempunyai management dalam menggunakan sumber daya pangan yang dimilikinya. 

Kepemilikan lumbung Uma Lengge dan Uma Jompa, diwariskan secara turun temurun dalam setiap keluarga. Hal ini mencegah terjadinya perselisihan lahan untuk lokasi penyimpanan pangan. Tiap kepala keluarga di Desa Maria yang mendapat warisan dari turun temurunnya- memiliki satu Uma Lengge. Ada pula yang dimiliki beberapa keluarga namun masih bersaudara atau berfamili. Uma Lengge dan Uma Jompa dipakai hingga anak cucu masyarakat Desa Maria yang memilikinya. Keberadaan Uma Lengge dinilai sangat membantu masyarakat dalam mengamankan logistik berupa padi dan berbagai serelia lainnya untuk kebutuhan mereka setahun. Masyarakat Desa Maria pada umumnya hanya melakukan panen satu tahun sekali . Keberadaan lengge di kecamatan Wawo saat ini telah menjadi salah satu obyek wisata budaya di kabupaten Bima. Banyak wisatawan manca negara yang berkunjung ke Lengge Wawo untuk melihat dan meneliti tentang sejarah Uma Lengge.

Pemanfaatan Uma Lengge
Masyarakat desa Maria mengisi Uma Lengge dilakukan secara serentak. Biasanya sebelum dilakukan penyimpanan dilakukan upacara adat terlebih dahulu. Berbagai atraksi kesenian yang menarik yaitu atraksi adu kepala (ntumbu) serta diiringin alunan musik tradisional Bima (Mbojo). Atraksi adu kepala ini dilakukan dua orang lelaki dan anehnya tidak satupun dari mereka yang merasakan sakit atau terluka. Sebelum atraksi dimulai ada seorang pawang yang mengisi mantra-mantra untuk mereka.

Selama ini Uma Lengge tidak pernah kosong. Bahan pangan yang disimpan terutama padi sejak tahun 1980-an. Ada perubahan varietas yaitu dari varietas berbulu ke padi gogo rancah (padi kering). Baik pemerintah daerah maupun pusat sering melakukan penyuluhan tentang bagaimana merubah varietas akan tetapi tetap melestarikan adat dan Budaya Bima (Mbojo). Hasil pertanian yang di simpan di Uma Lengge antara lain: Padi, Jagung, Jawawut, Gandum, Karuku (Berungkuk), Pejo, Kacang Hijau, Kacang Kedelai dan Rempah – rempah.

Jangka waktu pengambilan isi Uma Lengge dilakukan 1 bulan sekali, pengambilan dilakukan hanya sekali seminggu, kalau masyarakat mengambil 2 kali dalam seminggu maka akan dianggap oleh masyarakat lainnya bahwa rumah tangga itu adalah rumah tangga yang boros. Perempuan mempunyai peran yang penting terutama dalam hal mengambil dan mengelola isi Uma Lengge. 

Peraturan yang mengatur tentang Uma Lengge adalah sebagai berikut :

a. Peraturan adat tentang pengambilan isi lumbung yang berupa waktu yang disepakati oleh semua pemilik Uma Lengge. 

b. Peraturan Adat yang mengatur tentang penjagaan bahwa penjaga di berikan gaji oleh Ompu Lengge (Petuah Adat) dan tidak boleh berusaha yang lain.
Peran FMT dan masyarakat dalam revitalisasi lumbung

FMT salah satu organisasi petani yang aktif mendorong upaya-upaya pembangunan pertanian yang memihak kepada petani. Bagi FMT lumbung merupakan sumber pangan bagi masyarakat petani. Uma Lengge merupakan salah satu bentuk lumbung untuk mempertahankan kehidupan dan menjadi kemanan pangan keluarganya. FMT terus melakukan penyadaran dan pendidikan lewat korwil dan anggotanya menghidupkan lumbung disetiap keluarga petani. Selain bentuk Uma Lengge, ada bentuk lumbung yang masih berkembang di keluarga petani yakni Uma Jompa dan rumah kolong (panggung). FMT terus mendorong bentuk lumbung dimiliki setiap keluarga petani karena melihat fungsinya sebagai penyangga pangan disaat pergantian musim dan menunggu panen selanjutnya. Khusus wilayah kecamatan Wawo, FMT melakukan diskusi-diskusi kepada petani muda agar meneruskan upaya pengembangan Uma Lengge agar tidak punah. Selama ini FMT bekerjasama dengan pemerintah desa yang kebetulan juga mendapatkan program dengan dinas pertanian. Peran pihak kabupaten dalam mendukung Uma lengge lebih banyak untuk mempromosikan sebagai kekayaan tradisional dan tempat wisata. Namun belum sampai mempromosikan dan memberikan penyadaran kepada petani untuk mengadopsi model Uma Lengge sebagai salah satu model lumbung komunitas dan keluarga.

Saat ini FMT sebagai salah satu pathner Access phase II berupaya mempromosikan system lumbung (Uma Lengge, Uma Jompa ataupun bentuk rumah panggung) dalam setiap keluarga petani. Promosi dan penyadaran pengembangan bentuk lumbung menjadi salah satu program kerja bersama korwil-korwil di 13 kecamatan di kabupaten Bima. Tantangan terberat dalam mempromosikan system lumbung ini adalah banyak jenis pangan yang tidak tahan lama. Perubahan varietas local ke varietas hibrida memerlukan perlakuan tersendiri. Dan seringkali hasil tanaman hibrida tidak bisa disimpan hal ini sudah mulai terjadi pada tanaman jagung. Beberapa varietas padi lokal masih dibudidayakan oleh petani anggota FMT. Bahkan FMT sekarang memproduksi benih padi sendiri dan salah satu prosesnya lewat disimpan dalam Lumbung Uma lengge atau lumbung lainnya. Para korwil (koordinator kecamatan) menjadi tokoh kunci bersama aktor-aktor desa menggerakkan petani dalam merevitalisasi lumbung. Para perempuan (yang juga petani) menjadi aktor yang cukup penting karena selama ini baik proses perawatan, pengelolaan lumbung menjadi tanggungjawab perempuan. Cukup banyak perempuan maupun suaminya telah menjadi anggota FMT, sehingga upaya-upaya mempertahankan kualitas dan kontinyuitas pangan keluarga petani tetap terjaga.

FMT Paju Rasa & Gita Pertiwi
 [1]Mustafa, SE; Hasan Kasim, S.P; M.Ali H.Ismail, A.Ma.Pd
Rossana Dewi R

penulis adalah anggota FMT Paju Rasa, salah satu organisasi berbasis komunitas mitra ACCES di Bima NTB

(sumber : http://www.gitapertiwi.org/media-publikasi/artikel/165-uma-lengge-lumbung-ketahanan-pangan-masyarakat-bima-.html)

1 komentar: