Kampung Media Lengge Wawo, Sekretariat: Jalan Lintas Bima - Sape Km.17 Kompleks Lapangan Umum Desa Maria Utara Kecamatan Wawo Kabupaten Bima, Telepon: 0374-7000447. Bagi yang ingin mengirim Tulisan Berita atau Artikel hubungi Nomor HP: 081803884629/085338436666

Minggu, 01 Juni 2014

Tradisi Hanta Uma, Kedepankan Kepentingan Bersama


KM LENGGE WAWO,- Masyarakat Kecamatan Wawo adalah masyarakat yang kental dengan kehidupan gotong royong dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Dari sejak nenek moyang orang Wawo dulu tradisi gotong royong ini tetap dipertahankan dalam kehidupan bermasyarakat seperti tradisi hanta uma (bahasa indonesia angkat rumah).

Masyarakat Wawo merupakan masyarakat yang hidup di daerah dataran tinggi dan tempat tinggal masyarakatnya menggunakan rumah panggung ( Uma Haju/ Uma=Rumah, Haju=Kayu )  yang terbuat dari kayu jatih atau kayu mahoni. Pembuatan rumah panggung  ini memakan waktu yang lumayan lama. Untuk membuat rumah panggung memerlukan waktu 1 sampi 2 bulan.

Menurut masyarkat, rumah panggung mempunyai keuntungan yaitu salahsatunya kalau gempa rumah panggung cukup kuat dan sulit sekali roboh atau rusak karena struktur rumah panggung adalah mempunyai tiang penyangga sebanyak 6 kaki, 9 kaki, 12 tiang kaki penyangga bahkan ada rumah panggung 16 tiap kaki penyangga (bahas Bima Uma ini mbua ri’i).

Seiring dengan perkembangan jaman rumah panggung oleh sebagian masyarakat diganti dengan rumah permanen, tapi rumah panggungnya tetap difungsikan untuk di padukan dibelakang rumah mereka. Rumah panggung ini digeser (ndi Hanta) di belakang rumah induk permanen.

Tradisi mengangkat atau memindahkan rumah panggung ini biasanya dibongkar semua bagian yang tersambung satu persatu bagianya agar pada saat dipindahkan (Hanta Uma) nanti tidak terasa berat. Memindahkan rumah panggung (Uma Haju/ Uma=Rumah, Haju=Kayu ) ini biasanya ketua RT atau tetua adat mengumumkan di mesjid untuk kasama weki (Bhs Indonesia bersama-sama) mengangkat rumah / memindahkan atau menggeser rumah di kampung tersebut.

Ketika ada pengumuman dari tetua adat atau ketua RT masyarakat dalam kampung tersebut serentak keluar rumah menuju tempat rumah panggung (Uma Haju) tersebut untuk di Hanta (pindahkan). Masyarakat berbondong-bondong baik, anak kecil, remaja, dewasa, bapak-bapak, ibu-ibi bahkan gadis-gadis (Bhs Bima Sampela) ikut bergabung sekedar menyiapkan makanan ataupun kopi bagi para laki-laki yang bergotong royongmemindahkan rumah panggung (Hanta Uma Haju) ini.

Tradisi ini sampai sekarang tetap mengakar bahkan tradisi HANTA UMA ini kalau di informasikan ke masyarakat di kampung sebelah ataupun desa tetangga maka mereka akan berbondong-bondong ikut kasama weki (bersama-sama) membantu memindahkan rumah panggung (Uma Haju) ini.

Hanta Uma adalah filosofi karakter masyarakat Wawo yang sarat dengan budaya kasama weki (Bersama-sama berkumpul) untuk menyelesaikan pekerjaan yang berat untuk di kerjakan bersama-sama. Bukan hanya Hanta Uma saja yang dilakukan bersama-sama, tetapi kehidupan sosial bermasyarakat seperti sesuatu yang dirasa tidak bisa dikerjakan atau dipikul sendiri maka di kerjakan dengan karawi sama (Karawi = Kerja, Sama= berkumpul banyak orang) atau bergotong royong.

Budaya HANTA UMA ini tetap dipertahankan untuk tetap memberi contoh kepada generasi muda agar tidak mementingkan diri sendiri atau egois, tetapi lebih mementingkan kepentingan umum diatas kepentingan sendiri. Budaya ini juga menjadi parameter kebersamaan dan bersatunnya masyarakat dalam berbuat baik untuk masyakat bangsa dan bernegara. (Efan)

1 komentar:

  1. semoga tradisi hanta uma ttp terus di kembangkan dan dpt di teruskan oleh anak cucu qt kedepan,tradisi yg penuh makna dlm sebuah kebersamaan,,,,,mantap

    BalasHapus