KM LENGGE,- Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang berlimpah dan kaya raya. Potensi kekayaan alamnya sangat luar biasa, baik sumber daya alam hayati maupun non hayati. Namun sayang, Negara kita belum mampu sepenuhnya menggembangkan dan megelola sendiri sebagaian kekayaan sumber daya alam di Indonesia.
Salahsatu kekayaan alam yang dikelola oleh pihak asing adalah kekayaan
alam nonhayati yaitu tambang emas di Timika Propinsi Papua. Sebagai generasi
muda kita harus cemas dan sedih dengan ketidakmaampuan Negara kita mengelola
sendiri tambang emas ini. Seandainya Indonesia mampu mengelola dengan mandiri
tambang emas di Timmika Papua maka seluruh masyarakat Indonesia akan sejahtera
dan makmur.
Masalah pengelolaan Freeport
masih jadi hal yang sensitif di negeri ini. Tak hanya tentang sejarah awal
pembangunan tambangnya yang konon sampai menyeret isu konspirasi kelas berat,
tapi juga masalah janji-janji penyejahteraan perusahaan Amerika ini kepada
masyarakat Indonesia, khususnya warga Papua sendiri, yang sepertinya kurang
terlihat secara nyata.
Freeport
mulai menancapkan bor-bor tajamnya pada tahun 1967 lewat Kontrak Karya I yang
direalisasikan pada tahun 1973. Lalu diperpanjang pada tahun 1991 dan kini
masih renegoisasi dengan pemerintah yang jika deal maka mereka akan kembali
menggigiti tanah Papua sampai 2041 mendatang. Soal durasi, perusahaan yang
sudah ada sejak zaman kolonial ini hampir 42 tahun memboyongi mineral berupa
emas, perak, tembaga dan lain sebagainya di Timika.
Nah,
sekarang mari kita hitung-hitungan berapa banyak yang sudah mereka ambil mulai
dari awal beroperasi hingga sekarang. Para pakar mengatakan jika setidaknya
tiap tahun Freeport mengangkut 1 juta ons emas. Dari jumlah ini lalu kita
konversikan menjadi gram, kemudian dikalikan dengan jumlah tahun operasi (42
tahun) dan juga kurs emas, anggap saja nilainya Rp 300 ribuan. Penasaran dengan
angka akhir yang didapatkan? Rp 357 triliun! Ini hanya jumlah kasar saja dan
bisa lebih banyak lagi kalau dihitung secara cermat.
Nah,
bayangkan jika sejak awal pengelolaan tambang terbesar dunia ini ada di tangan
pemerintah. Mungkin saja deretan hal gila berikut akan menjadi kenyataan.
1. Indonesia
Lebih Kaya Dari Brunei
Brunei
tidak lebih besar dari Jawa, namun soal kemakmuran mereka jauh lebih besar dari
Indonesia. Negara ini punya produk domestik bruto per kapita nomor lima di
dunia serta jadi negara paling kaya nomor lima berkat minyak mentahnya. Di Asia
Tenggara sendiri sudah jelas mereka adalah yang paling makmur.
Hanya berbekal minyak mentah Brunei bisa segila ini. Apa
jadinya jika Indonesia memiliki tambang emas yang notabene harganya lebih
signifikan dari minyak mentah? Jangan tanya, mungkin rakyat Indonesia sudah
tidak ada yang mengemis lagi. Hidup serba berkecukupan dan memenuhi rumah-rumah
dengan barang belanjaan. Ya, pada akhirnya kita mampu akan berdiri sederajat
dengan negara-negara kaya lain dan menjadi yang paling bisa bertahan di kala
roda ekonomi global tengah tak jelas seperti sekarang ini.
2. Setiap
Jiwa Punya Tabungan Emas
Ribuan
ton emas diekploitasi lewat Freeport, sayangnya tak satu gram pun kita pernah
kecipratan. Padahal sejatinya, itu adalah hak kita sejak awal. Sayangnya,
ketidakmampuan negara mengelola sumber dayanya sendiri akhirnya harus hal
seperti ini pun terjadi. Andai saja negara bisa sejak awal memprivatisasi
Freeport. Tak cuma kecipratan, kita bakal diguyur emas.
Ya, jika dibagi semua emas-emas Freeport, mungkin
masing-masing jiwa
akan kebagian setidaknya 4-5 kilogram. Mimpi apa tidak kerja
dapat emas sebegitu banyak? Jika dinominalkan dengan uang, kalikan saja 4 kilogram
dengan harga emas yang sekarang sekitar Rp 474 ribu per gramnya. Silakan
terbelalak karena uang sebanyak Rp 1,8 miliar akan kita dapatkan cuma-cuma.
3. Kota-Kota
Besar di Indonesia Bakal Seperti Dubai
Di
Dubai sudah jadi pemandangan biasa sekali melihat deretan mobil-mobil mewah.
Nah, jika skenario Freeport dikelola pemerintah terjadi, hal tersebut juga
mungkin akan terjadi di sini. Dengan uang Rp 1,8 miliar per kepala, apa sih
yang tidak bisa dilakukan?
Ya, mungkin beberapa orang akan membelanjakan uang mereka
untuk membeli mobil mewah setidaknya harga Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar.
Alhasil, jalanan di kota-kota bakal macet dengan deretan mobil-mobil mewah
kelas menengah ke atas. Beberapa mungkin akan membeli Harley Davidson yang
harganya selangit itu dan mulai mendirikan klub-klub HD yang anggotanya
anak-anak SMA. Keren kan?
4. Pengemis
dan Pengamen Musnah Seketika
Dengan
level ekonomi masing-masing orang yang sudah berada di atas strata kemiskinan,
masih adakah pengemis-pengemis atau pengamen? Sepertinya tidak. Mungkin mereka
sudah tidak lagi ditemukan. Ya, mereka mungkin sudah mendirikan distro-distro
baju, restoran-restoran, atau usaha apapun untuk bisa lebih menikmati hidup.
Tentu saja semua ini berbekal emas yang didapatkan dari Freeport tadi.
Lantaran tak ada orang miskin lagi, masalah yang muncul
adalah kita sudah tak punya lagi siapa-siapa untuk disedekahi. Hingga pada
akhirnya kita mulai menargetkan sedekah ke organisasi-organisasi kemanusiaan level
internasional sebagai solusi. Alhasil, Indonesia tak hanya dikenal sebagai
negara terkaya, tapi juga paling dermawan.
5. Tak Lagi
Nyinyir Terhadap Pemerintah
Negara
adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Secara sisi ekonomi hal
tersebut juga termasuk karena sudah tertuang dalam undang-undang. Dan seperti
yang kita tahu, masyarakat menengah ke bawah memang begitu berharap penuh
terhadap pemerintah. Entah tentang ekonomi, kesehatan dan juga pendidikan.
Pemerintah mungkin sudah berbuat yang terbaik. Namun, sepertinya kurang
maksimal sehingga nyinyir sana sini pun tak bisa terhindarkan.
Ketika masyarakat sudah punya pegangan finansial berupa hujan
emas Freeport tadi, maka tidak ada lagi yang seperti ini. Taraf hidup
meningkat, masyarakat makin mandiri. Mereka bisa mendapatkan pelayanan
kesehatan dan pendidikan terbaik dengan berbayar. Alhasil, nada-nada sumbang
kepada pemerintah pun bakal senyap seperti bayi baru tidur. Indah sekali ya?
Imajinasi
yang ketinggian memang bikin sakit hati karena harapan tidak terwujudnya
tinggi. Namun untuk kasus Freeport ini berbeda. Jika saja pemerintah berani
melakukan semacam plintiran di masa lalu mungkin saja perusahaan Amerika itu
akan bisa lebih menguntungkan kita. Bahkan lebih baik jika bangsa Indonesia
sendiri yang mengelolanya seratus persen.
Tambang
Timika sudah tak karuan dalamnya, pemerintah juga masih gamang untuk memberikan
putusan renegoisasi mereka. Sebenarnya apa lagi yang mau dikeruk padahal sudah
se-dalam itu? Para ahli mengatakan jika di tambang tersebut masih ada sekitar
1.889 ton emas. Kalau begini maka tak usah heran kenapa Freeport buru-buru
mengajukan perpanjangan kontrak. (Sumber : www. boombastis.com) Foto : San Antonio/Iswanto
0 komentar:
Posting Komentar