Ilustrasi: Beng |
KM. LENGGE WAWO,- Banyak orang menganggap bahwa menangis sebagai kebiasaan orang yang cengeng dan penakut. Tidak hanya itu, orang yang menangis sering dianggap sebagai orang yang lemah.
Benarkah demikian?
Ada seseorang yang suka menangis ketika menyaksikan penderitaan orang lain. Ketika melihat pengemis yang dicaci dan dimaki, seketika ia akan menangis. Ketika melihat tayangan televisi yang memperlihatkan seorang ibu yang membunuh anaknya, seorang anak yang memperkosa dan membunuh ibunya, seorang anak yang membunuh ayahnya, dan kemiskinan yang menyebabkan orang tua dengan empat orang anak bunuh diri bersama-sama, mendadak sontak matanya akan sembap oleh leleran air mata.
Suatu hari, ia dimintai bantuan oleh tetangganya, tetapi ia tidak bisa memberikan bantuan. Memang, ia tidak memiliki sesuatu yang bisa diberikan. "Apa yang harus saya lakukan?" katanya dengan sedih dan penuh simpati.
"Sebenarnya, saya butuh uang untuk membelikan kedua anak saya makanan. Sudah dua hari ini kami tidak makan," kata ibu muda dengan suara berat dan agak serak.
Mendengar penuturan sang ibu muda yang suami tercintanya baru saja meninggal tersebut, ia pamit kepada ibu tersebut dan kemudian lari ke kamar. Ia menghempaskan diri ke sebuah tikar. Ia juga menutup kepalanya dengan bantal yang sudah kelihatan tua. Ia menangis sejadi-jadinya.
Orang yang suka menangis ini adalah orang termiskin di desa tersebut. Di rumahnya hanya ada satu tikar untuk tidur. Di dapurnya juga hanya ada nasi untuk jatah makan hari ini. Bekal kehidupannya hanya cukup untuk hari ini. Ia tidak tahu esok hari akan makan apa. Rumah orang ini pun sangat jauh dari layak, sangat memprihatinkan. Meski demikian, ia mempunyai kepekaan yang luar biasa terhadap para tetangga dan orang-orang yang membutuhkan.
Apabila ada tetangga atau orang lain yang membutuhkan bantuan, selama ia bisa, ia pun akan dengan senang hati membantu. Bahkan, ia pernah membantu mengangkatkan barang dagangan seseorang yang cacat, padahal saat itu ia sedang sakit yang lumayan parah. Jika tidak membantu dengan uang atau barang, ia berusaha membantu dengan tenaganya.
Ia memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bekerja serabutan. Uang hasil bekerja tersebut ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tetapi ada yang sungguh luar biasa dari orang miskin ini. Walau kondisi hidupnya sangat memprihatinkan, uang hasil kerja keras itu selalu ia sedekahkan, entah ke masjid-masjid, para pengemis, maupun diberikan kepada orang lain yang membutuhkan.
Nah, jika suatu saat ia tidak bisa membantu, atau menyaksikan perilaku-perilaku yang meninggalkan nilai-nilai kemanusiaan, air mata akan membanjiri kedua matanya. Ia tidak bisa melawan orang yang melakukan kejahatan. Sebab, tubuhnya sangat ringkih dan kurus. Ia juga tidak punya kuasa untuk menekan atau menindak orang yang melakukan tindak kejahatan. Sungguh mulia orang ini.
Sahabat, apakah kita bisa mengatakan bahwa orang ini adalah orang lemah dan cengeng?
Tangisan orang tersebut tidak menunjukkan kecengengan, ketakutan, apalagi kelemahan. Sebaliknya, tangisan orang tersebut menunjukkan keberanian dan kekuatan. Sangat sedikit orang yang bisa melakukan seperti yang ia kerjakan.
Tangisan yang demikian merupakan bentuk kemuliaan. Prasangka kita yang sering menganggap bahwa orang yang suka menangis adalah orang lemah dan penakut sudah saatnya kita pangkas habis. Pasalnya, tangisan yang muasalnya sebagaimana yang dilakukan orang tersebut menunjukan hati yang bersih dn hidup.
Orang yang hatinya bersih dan hidup akan mudah menangis jika melihat keburukan. Ia mudah tersentuh oleh pusparagam kejadian. Ia pun sangat mudah menerima putik-putik kebajikan dan kebijaksanaan. Ia tidak pernah memandang rendah siapa pun. Orang yang hatinya bersih dan hidup selalu siap menyambut cahaya kebaikan dan kemuliaan yang datang dari siapa pun, entah dari anak-anak, orang tua, orang miskin, orang yang berlainan Agama, orang yang selalu membencinya, maupun orang yang selalu bergelimang dengan kemaksiatan.
Sesuatu yang membuatnya tenang akan ia sambut. Bukankah itu semua adalah cahaya Allah yang dipancarkan untuk kita? Kemampuan menangkap cahaya ini hanya dimiliki oleh mereka yang memiliki kebeningan hati. Cahaya ini hanya masuk ke dalam hati yang bersih dan hidup.
Sahabat, dengan kisah di atas, pantaskah kita menyebut mereka yang suka menangis dengan alasan-alasan yang telah disebutkan di atas sebagai orang yang cengeng, penakut, dan lemah? Jangan-jangan, jarangnya atau bahkan tidak pernahnya kita menangis menandaskan bahwa jiwa kita mengalami kelainan dan hati kita telah mati? Jangan-jangan, kitalah yang lemah, cengeng, dan penakut?
Sahabat, menangis bukan menunjukan sebuah kelemahan. Bahkan sebaliknya, ia menunjukkan sebuah kekuatan dahsyat. Orang yang menangis ketika melihat ketidakbaikan, ketidakadilan, dan kesewenang-wenangan menunjukkan bahwa ia adalah pribadi dengan karakter para pemimpin dan para pahlawan besar.
Dengan kisah di atas, mari kita melakukan introspeksi diri terhadap kedirian kita. Mari kita bertanya, apakah kita memiliki hati yang beku dan membatu sehingga semua dinamika kehidupan ini tidak mampu kita petik sari-sarinya? Mari kita mengubah sikap yang selama ini sering menunjukkan kesombongan; sombong kepada diri sendiri, kepada orang lain, bahkan kepada Allah, Tuhan alam semesta. (Beng)
"Dari buku Memetik Cahaya Allah"
karangan: Asef Umar Fakhrudin
0 komentar:
Posting Komentar