KM LENGGE,- Pada bulan September tahun 622 Masehi, Nabi
Muhammad SAW melakukan perjalan monumental yakni melaukan hijrah dari Mekkah ke
Madinah, yang menjadi peristiwa besar bagi umat Islam, dimana peristiwa itu
mempunyai makna yang mendalam bagi umat Islam dunia, karena peristiwa itu
kemudian menjadi awal tahun kalender Islam yang selalu diperingati hingga
sekarang. Peristiwa hijrah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW bukan
peristiwa yang biasa, tetapi peristiwa tesebut mempunyai makna yang sangat
dalam untuk dijadikan pelajaran bagi kita, yaitu bagaimana berjuang
menyelamatkan dakwah islam dari gangguan dan ancaman kaum kafir Quraisy.
Sebagian umat islam memaknai
bahwa, peristiwa hijrah ini adalah sebagai suatu perpindahan berupa migrasi
penduduk dari kota Mekkah ke Madinah. Padahal sejatinya, hijrah ini merupakan
sebuah perjuangan besar dan bentuk perlawanan terhadap kaum musyrikin Mekkah
dengan resiko kehilangan nyawa. Hijrah bukanlah melarikan diri, tetapi sebuah
persiapan membekali diri untuk kehidupan akhirat. Perlu penulis sampaikan bahwa
makna hijrah itu ada dua, yaitu Pertama, hijrah makaniyah, yaitu hijrah
tempat, seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW berpindah dari kota Mekkah
ke Madinah. Kedua, hijrah maknawiyah, yaitu usaha yang dilakukan oleh
seseorang untuk mereformasi serta merevolusi pikiran, tutur kata, dan tingkah
laku untuk melakukan perubahan secara konsisten menuju kearah yang lebih baik di masa mendatang. Dari
penjelasan tersebut, makna yang ke dualah yang lebih tepat untuk dijadikan
pegangan bagi kita yang hidup di era kekinian. Makna hijrah yang pertama sudah berakhir sampai pada
peristiwa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Setelah Rasulullah
SAW melakukan hijrah dan menduduki Madinah, beliau berhasil membangun sebuah tatanan
masyarakat yang berperadaban atau yang disebut dengan masyarakat madani, yaitu tatanan
masyarakat yang maju (berpendidikan), aman, damai, dan sejahtera. Sehingga apa yang dilakukan Rasulullah SAW
tersebut dijadikan kiblat bagi kemajuan peradaban berikutnya. Keberhasilan Rasulullah
SAW dalam membangun masyarakat yang berperadaban pada saat itu tidak terlepas
dari peran pemuda dalam berjuang menegakkan kalimat Allah. Misalnya Zaid bin
Tsabit, Mu’adz bin Jabal, Ali bin Abi Thalib, Mush’ab bin ‘Umair, Aisyah, Asmah
binti Abi Bakar dan lain-lain.
Islam memberikan
perhatian yang sangat besar terhadap pemuda dalam menegakkan kalimat Allah di
atas muka bumi ini, serta memperbaiki mental para pemuda. Karena generasi muda
hari ini adalah pemain utama di masa yang akan datang. Merekalah sebagai
pondasi yang menopang masa depan umat ini. Di belahan dunia manapun,
kemerdekaan tak pernah luput dari peran pemuda. Karena pemudalah yang paling
bersemangat dan berambisi memperjuangkan perubahan menuju lebih baik. Hasan
al-Banna seorang tokoh pergerakan di Mesir pernah berkata, “Disetiap
kebangkitan, pemudalah pilarnya. Disetiap pemikiran, pemudalah pengibar
panji-panjinya”. Peran pemuda pernah juga tersirat dalam ungkapan presiden
Soekarno yang meminta sepuluh pemuda yang dilatih untuk mengguncangkan dunia.
Karena itu, banyak
ayat al-Quran dan hadits yang mendorong kita agar membina dan mengarahkan para
pemuda kepada kebaikan. Karena jika mereka kreatif dan produktif maka umat ini
akan memiliki masa depan yang cerah. Generasi tua akan digantikan oleh generasi
muda yang shaleh. Rasulullah pernah bersabda, “Ada tujuh golongan manusia yang
akan dinaungi Allah dalam naungan pada hari tidak ada naungan kecuali
naungannya yaitu salah satunya seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah
(ketaatan) kepada Allah.” (HR. Muslim). Maka untuk itu, yang menjadi
pertanyaannya adalah, bagaimanakah keadaan pemuda Islam hari ini.? Mampukah
pemuda Islam hari ini menjadi pemain utama untuk membagun bangsa yang
berperadaban.? Pertanyaan-pertanyaan tersebut, akan mampu dijawab ketika
pemuda-pemuda islam mengetahui dan memahami peran serta eksistensinya.
Sekarang kita
dihadapkan dengan zaman modern, tantangan gerakan pemuda Islam sangat kompleks,
baik yang bersifat konkrit maupun ideologis. Munculnya ilmu pengetahuan dan
tekhnologi dalam era ini bisa mengakibatkan dampak destruktif bagi gerakan
pemuda Islam dalam menyiarkan misi Islam kepada masyarakat. Demikian pula
munculnya berbagai paham dan ideologis dapat menggeser eksistensi pemuda Islam,
yang pada gilirannya akan mendesak lingkup dan laju gerakan pemuda Islam.
Masyarakan Islam tidak terkecuali pemuda di dalamnya mau tidak mau akan
berhadapan dengan dampak dari era ini dalam bentuk agresi politik, kultural,
ekonomi, dan ideologi yang memarjinalkan dan mendiskualifikasikan struktur
tradisional masyarakat yang sudah mapan. Pada dataran ini gerakan pemuda Islam
dituntut mampu memberikan paradigma-paradigma baru yang mampu mentransfer
pesan-pesan ajaran Islam kepada masyarakat.
Secara umum, masalah
yang dihadapi oleh pemuda-pemuda Islam dalam membangun pribadi yang beradab
serta membangun bangsa yang berperadaban ada du faktor yaitu faktor eksternal
dan faktor internal. Faktor eksternalnya adalah, problem hegemoni peradaban
Barat. Peradaban Barat yang berlandaskan pada paham sekularisme, rasionalisme,
liberalisme, utilitarianisme, dan materialisme, telah membawa dunia menuju
ambang kehancuran. Memang tidak menutup mata berbagai keberhasilan dan kemajuan
yang dihasilkan oleh peradaban ini. Namun tidak dapat juga dipungkiri peradaban
Barat juga telah menghasilkan penjajahan, perang berkepanjangan, ketimpangan
sosial, kerusakan lingkungan, keterasingan (alienasi) dan anomie (berkurangnya
adat sosial atau standar etika dalam diri individu atau masyarakat). Tidak
terdapat keseimbangan dan ketertiban di masyarakat. Ilmu yang berkembang di
dunia Barat saat ini berdasarkan pada rasio dan panca indra, jauh dari wahyu
dan tuntutan ilahi. Meskipun telah menghasilkan teknologi yang bermanfaat bagi
manusia, ilmu Barat modern telah pula melahirkan bencana, baik kepada
kemanusiaan, alam, maupun akhlak. Akibat paham materialisme maka terjadi
penjajahan dan kolonialisasi. Perbudakan terjadi dan kekayaan alam
dieksploitasi. Peradaban Barat diakui telah mendatangkan kekayaan secara
material, tetapi sangat kering dan miskin secara etika dan moral. Segala
sesuatu cenderung dilihat dari sudut kemajuan material. Ini sesungguhnya
merupakan degredasi dan reduksi terhadap kualitas hidup manusia. Akibatnya,
nilai-nilai luhur kemanusiaan, sepeti kasih sayang, kebersamaan, solidaritas,
dan persaudaraan sebagai sesama manusia kurang mendapat perhatian yang wajar
dalam masyarakat.
Sedangkan faktor
internalnya adalah, pemuda-pemuda Islam kebanyak sudah meninggalkan agamanya
atau meninggalkan petunjuk hidupnya (al-Quran dan sunnah). Jika pemuda-pemuda
Islam mulai menjauhkan diri dari petunjuk yang telah ditetapkan dalam al-Quran
dan sunnah maka secara otomatis kehidupannya tidak akan terarah dan yang
menjadi motor penggerak dalam dirinya adalah hawa nafsu. Pemuda-pemuda Islam lebih
suka jalan-jalan ke mall dari pada pergi ke masjid, lebih suka main facebook,
whatApp, twitter dari pada membaca dan mengkaji isi kadungan al-Quran serta
membaca dan mengkaji ilmu pengetahuan, lebih suka duduk nongkrong di jalan-jalan
dari pada duduk di majlis ilmu. Kondisi-kondisi seperti utulah yang membuat
generasi Islam mengalami penurunan kualitas SDM maupun kualitas moral. Sehingga
pengaruh-pengaruh yang datang dari luarpun sulit ditangkis oleh
generasi-generasi Islam, yang pada akhirnya mereka mengikuti tanpa ada proses
filterisasi.
Problem-problem
seperti yang telah dijelaskan oleh penulis di atas, merupakan problem yang
harus segera diatasi oleh pemuda-pemuda Islam. Pergantian tahun baru hijriyah (tahun
baru baru umat Islam) adalah momen bagi pemuda-pemuda Islam untuk memuhasabah
diri menjadi pribadi yang kreatif, produktif serta inovatif. Pemuda-pemuda
Islam harus bisa memahami serta merealisasikan makna hijrah sebagai hijrah
islamiyah, yaitu peralihan kepasrahan kepada Allah secara total. Artinya
setelah modernisme menggiring kita kepada rasionalisme yang tinggi, hingga
menyandarkan kehidupan pada tekhnologi, menggiring kita pada pemikiran yang
apatis, hedonis, serta materialistis, maka saatnya kita sebagai pemuda Islam harus
berbalik arah kepada Allah yang maha pencipta. Atau dalam bahasa yang berbeda
pemuda-pemuda Islam harus berhijrah dari pribadi yang malas menjadi pribadi yang
cinta akan ilmu pengetahuan, dari pribadi yang jauh dari petunjuk menjadi
pribadi yang selalu melekatkan diri pada petunjuk, serta dari pribadi yang
biadab menjadi pribadi yang beradab.
Pemuda-pemuda Islam
tidak akan mungkin bisa membangun bangsa yang beperadaban kalau dalam dirinya
belum melakukan hijrah di jalan Allah. Sebab membangun bangsa yang berperadaban
harus dimulai dari pribadi pemuda itu sendiri. Sehingga tidak berlebihan jika
penulis mengatakan bahwa syarat yang paling utama dalam membangun bangsa yang
berperadaban adalah harus dimulai dari pribadi-pribadi yang beradab, bukan
pribadi-pribadi yang biadab. Kalau pemuda-pemuda Islam sudah mampu berhijrah
untuk menjadikan dirinya sebagai pribadi yang beradab maka pemuda-pemuda akan
mudah menjalankan perannya dalam membangun bangsa yang berperadaban, yaitu
bangsa yang maju, aman, damai, sejahtra, serta bangsa yang diridoi oleh Allah
SWT.
Diakhir tulisan ini
penulis menegaskan bahwa, dalam membangun bangsa yang berperadaban,
pemuda-pemuda Islam paling tidak harus memiliki lima hal, yaitu memiliki
pemikiran yang dilandasi keikhlasan karena Allah, mengabadikan hidupnya untuk
beribadah kepada Allah, tak pernah berhenti mencari ilmu sebagai bekal
hidupnya, karena peadaban tidak akan pernah tegak tanpa imu, dan mengamalkan
ilmu yang didapatkan serta berjihad untuk merealisasikan ilmunya. Sebab, tanpa
usaha dan perjuangan sebuah ide atau gagasan tidak akan pernah muncul dan
berkembang. Bangsa kita, isnya Allah akan bangkit menjadi Bangsa yang
berperadaban jika para pemudanya menjaga orisinalitas pemikiran Islam mereka
berdasarkan system nilai dan akidah Islam.
Semoga di tahun baru
1439 H. ini pemuda-pemuda Islam benar-benar bisa memberikan kontibusi serta
menjalankan perannya dalam membangun bangsa yang berperadaban. Aamiin Ya Rabbal
‘Aalamiin..!!! (AHMAD, S.Pd.I, M.Pd)
Penulis Lulusan Pascasarjana UIN Mataram
0 komentar:
Posting Komentar