KM LENGGE,- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Solidaritas
Masyarakat Transparansi (Somasi) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) bekerjasama
dengan Indonesia Corruption Watc (ICW) menggelar konfrensi pers hasil riset
pelayanan public di NTB pada sektor kesehatan, Senin (25/9) di Lesehan Kemuning
Mataram NTB.
Acara ini dihadiri oleh para awak media yang
ada di Mataram, ketua LSM Somasi Ahyar
Supriadi , Johan Rahmatullah dan Egi Primayoga dari ICW.
Dalam konfrensi pers tersebut Ketua LSM Somasi Ahyar
Supriadi menjelaskan beberapa pengkajian hasil riset dalam dugaan terjadinya
kecurangan (Fraud) dalam pelayanan kesehatan di NTB bahwa kesehatan merupakan
hak setiap warga Negara yang dijamin
oleh konstitusi sehingga Negara wajib memberikan palayanan dan fasilitas yang
memadai bagi setiap warga Negara sebagai pihak yang menerima manfaat.
Pelayanan kesehatan gratis telah lama diberikan
kepada warga Negara yang kurang mampu (JKN-KIS) dengan sistim subsidi silang.
Seiring berjalannya waktu, potensi untuk melakukan kecurangan (fraud) baik
peserta, penyedia layanan dan penyedia obat telah lama diintip oleh Negara.
Oleh karena itu, Negara mengeluarkan kebijakan untuk mencegah kecurangan
tersebut dengan mengeluarkan Permnekes nomor 36 tahun 2005 tentang pencegahan
kecurangan.
Tujuan riset adalah untuk memetakan potensial
kecurangan dalam penyelenggaraan program JKN terutama bagi JKN-PBI, menemukan
modus-modus kecurangan dan menghitung efesiensi pengelolaan dana JKN-PBI di
tingkat Fasilitas Kesehatan dan BPJS.
“ Selama dua bulan, dari Februari hingga
April 2017, kami telah melakukan riset di propinsi NTB dengan sampling dua
rumah sakit kabuapten/kota yaitu kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram dengan
metode pemantau/peneliti melakukan pengamatan dan pendampingan langsung
terhadap pasian PBI difasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) sebagai langkah awal sehingga
dilakukan wawancara dan investigasi untuk mengetahui potensial kecurangan dalam
implimentasi program JKN-PBI,” tegas Ahyar.
Sehingga dari metode tersebut ditemukan
beberapa modus-modus kecurangan seperti, pasien diduga memalsukan kepesertaan,
penyimpangan terhadap standar pelayanan oleh pihak FKRTL sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (3) hufuf I merupakan klaim diagnosis dan/atau tindakan yang
tidak sesuai dengan standar pelayanan sebagaimana unsur yang tertera dalam Permenkes
nomor 36 tahun 2015 tentang pencegahan kecurangan (Fraud) dalam pelaksanaan
program jaminan kesehatan pada sistim jaminan social nasional dalam pasal 5
ayat 15.
Temuan selanjutnya permasalahan tidak memenuhi
kebutuhan obat dan/atau alat kesehatan oleh pihak tenaga medis dan FKRTL sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sebagaimana unsur yang tertera
dalam Permenkes nomor 36 tahun 2015
tentang pencegahan kecurangan dalam pelaksanaan program jaminan kesehatan pada
sistim jaminian social nasional dalam pasal 6 huruf (a).
“Dari temuan tesebut kami simpulkan bahwa
tenaga media mengurangi jatah obat untuk pasien, FKRTL mengurangi masa waktu
rawat inap dengan memaksakan pasien pulang sebelum sembuh dan FKRTL menyuruh
pasien mencari darah ke tempat lain untuk kebutuhan pasien,”ungkap Ketua Somasi
NTB ini,
Dari kajian dan studi tersebut Somasi NTB
mengharapkan Pemerintah seyogyanya harus mampu mendorong dan meningkatkan
kualitas dan mutu pelayanan khusus soal layanan kesehatan dan terutama bagi
peserta KJN-PBI, mengoptimalkan fungsi pengawasan oleh tim Fraud yang ada di
masing-masing RSU dan harus adanya Permenkes khusus yang mengatur soal wewenang
dan kebijakan secara khusu baik berupa tindakan dan sanksi administrasi maupun
sanksi pidana bagi pelaku fraud. (Edy)
0 komentar:
Posting Komentar