KM LENGGE,- Kebijakan ekonomi yang tidak adil, distribusi asset produksi yang tidak merata, korupsi dan kolusi serta tatanan ekonomi yang cenderung menguntungkan kelompok masyarakat tertentu akan menciptakan sebuah kemiskinan sistemis, kemiskinan karena faktor faktor buatan manusia.
Pemerintah berupaya menanggulangi kemiskinan di masyarakat, yaitu dengan direncanakan bermacam-macam program (koperasi, BUMDES, UKM) dan kebijakan. Namun karena pelaksanaannya tidak seimbang, pemilikan sumber daya tidak merata, kesempatan yang tidak sama menyebabkan keikutsertaan masyarakat menjadi tidak merata pula, sehingga menimbulkan struktur masyarakat yang timpang.
Menjamurnya ritel ritel modern adalah contoh nyata kebijakan pemerintah yang timpang. Pemerintah melalui dana BUMDES memberikan modal seala kadarnya untuk para pengusaha kecil, penjual penjual asongan, melalui koperasi pemerintah memberdayakan para enterpreneur desa, melatih para masyarakat untuk mengembangkan sumberdaya yang ada di desa. Akan TETAPI Pemerintah juga ‘memasukan’ retail retail modern ke pelosok pelosok desa yang saya anggap disini adalah tindakan Kapitalis, menjamurnya ritel-ritel modern yang memarjinalisasi usaha-usaha kecil masyarakat hingga mereka gulung tikar dan miskin.
Kemiskinan yang dibuat secara tersistem, yang terjadi pada mereka itu disebabkan oleh struktur tertentu yang diciptakan oleh pemerintah. Melalui kapitalisasi atau liberalisasi ekonomilah fenomena itu terjadi. Ketimpangan dalam hal sumber daya, modal, penguasaan teknologi, manajemen, dan akses informasi adalah penyebab ritel tradisional tak mampu melawan struktur.
Bagi masyarakat desa yang sadar dengan adanya kegiatan ‘memiskinkan dengan sistem’ ini akan melakukan sebuah protes, contoh kongkrit beberapa hari kemarin, di kecamatan Wawo Kabupaten Bima para pedagang kecil dan UKM melakukan protes dengan di bangunnya sebuah retail modern di desa.
Dengan dalih meningkatkan pendapatan daerah dari pajak pemerintah Kabupaten Bima ‘memasukan’ retail retail modern ke desa desa, mereka lupa dengan masyarakat kecil yang mencari pendapatan untuk hidup, mereka lupa dengan Ina Siti, ina hasa dll yang kemarin tersenyum sumringah karena mendapatkan sepeser uang dari BUMDES untuk melanjutkan usaha kue kering dan jualan tomat keliling mereka, mereka lupa dengan la One, la Baka dll yan kemarin pemerintah latih melalui koperasi untuk mengubah biji kacang dan kopi mentah mereka menjadi kacang goreng dan kopi serbuk, mampukan ina Siti bersaing dengan snack snack import yang rasanya jauh dari yang mereka buat? Mampukan la One bersaing dengan kopi instant siap saji yang notabene juga dari luar? Pemerintah sepertinya MENJILAT LUDAH SENDIRI.
Muhammad Ramadhan
0 komentar:
Posting Komentar