KM. LENGGE WAWO,- Beberapa bulan yang lalu, saat musim tanam tiba,
hamparan sawah disini,di kawasan persawahan masyarakat wawo, adalah suatu
pemandangan yang sangat menakjubkan.
Sawah
adalah lingkungan yang merupakan pemandangan pertama yang terlihat ketika
membuka jendela saat pagi mulai menyentuh bumi. Ketika baru ditanam dan
diairi, sawah menyajikan pemandangan yang luar biasa dengan hamparan hijau dan
suara gemericik air yang turun dari satu sawah ke sawah lain yang lebih rendah.
Belum lagi suara net – net katak sawah.
Ketika
padi menguning, adalah saat dimana penunggu sawah bekerja ekstra keras
mempertahankan padi mereka dari serangan burung yang
dalam bahasa bimanya disebut kar’i,
terlihat bagaimana kelompok burung tersebut
menyerang seperti kumpulan awan hitam, saking banyaknya. Yang bisa dilakukan
penunggu sawah adalah memasang sadahu(orang orangan
sawah) di tengah sawah yang diikatkan dengan seutas tali yang berujung di gubug atau
salaja yang berada dipinggir sawah, walaupun burung burung masih juga sempat
mencuri curi disaat para penunggu lengah.
Dan tatkala
musim panen tiba, dan hal inilah yang paling ditunggu tunggu oleh para petani,
tidak terkecuali anak anak Wawo, anak anak yang identik dengan pertanian, musim
panen tiba adalah musik bermain di sawah, setelah lelah membantu para orang
tuanya memanen padi biasanya yang menjadi sasaran selanjutnya adalah batang
batang padi sisa sabitan, batang batang ini biasanya dipotong tepat di antara
dua ruas, dilekukan sedemikian rupa sehingga menghasilkan suara tet – tet seperti terompet, Lumayan lah, bisa untuk sekedar rame-rame, meskipun tidak
banyak nada yang bisa dimainkan.
Setelah semua
perswahan selesai dipanen, dan padi padi kering telah dimasukkan ke lengge dan
jompa, ternyata keriangan tidak berakhir, dan itulah yang terlihat sekarang
pada saat sawah sawah di belakang perkampungan penduduk masyarakat wawo kosong
dan menyisakan jerami jerami kering, areal itu dijadikan ‘playground’ oleh anak
anak, kaki kaki kecil mereka terlihat sibuk berlari hilir mudik dan bermain dan
yang paling diminati adalah menumpuk jerami jerami kering itu dan menjadikannya
matras dadakan, sebuah ritual anak anak wawo, anak anak sawah.
Mudah mudahan
keadaan ini tetap terjaga, dan sawah sawah masyarakat wawo tetap ‘menghasilkan’.
Bagaimanapun juga dari sinilah hidup itu berasal.
Makanya, bicara sawah ternyata tidak sederhana, karena artinya kita sedang
membicarakan sesuatu yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan dan budaya
manusia, bagi yang pernah menjadi anak anak
sawah, melihat pesawahan adalah seperti melihat kilas balik ketika masih masa
anak anak, masa masa menikmati sebuah keriangan di sawah, hanya jangan sampai
generasi kita kelak akan mencari sang pencerita yang akan menjelaskan bagaimana
‘lumbung hidup’ itu, serta bagaimana ritual keriangan yang menyertainyanya. (GALANK)
Blognya udah ane follow atas nama SimBalisme no 14 follback ya sob makasih :D
BalasHapus