KM
LENGGA WAWO,- Negara
Kesatuan Republik Indonesia meruapakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Indonesia memiliki hutan yang luas dengan
keanekaragaman jenis flora dan faunanya, areal pertanian dan perkebunan yang
luas, wilayah perairan yang luas, dan bahan galian yang bermacam-macam. Negara
Indonesia juga merupakan negara penghasil minyak bumi dan bahan tambang lainya.
Namun pemerintah belum
mampu mengatasi masalah lapangan pekerjaan bagi masyarakatnya. Bahkan orang
Indonesia memilih mencari pekerjaan di luar negeri akibat sempitnya lapangan
pekerjaan di tanah sendiri.
Ditengah kurangnya
lapangan pekerjaan, susahnya mencari sesuap nasi, banyak masyarakat dan
orang-orang tegar yang berjuang dengan semangat tanpa menyoroti keadaan
pemerintah karena tidak mampu mengelola sumber daya alam untuk lapangan
pekerjaan untuk anak negeri.
Kisah seorang penjual
remot dari Kampung Samparwadi Propinsi Banten, propinsi yang penuh dengan
lapangan pekerjaan dibanding propinsi lainya di Indonesia karena disana
terdapat pabrik-pabrik industry yang dapat mempekerjakan ribuan orang
disekitarnya.
Tetapi di sudut-sudut
kota dan kampung masih ada masyarakat yang masih belum tersentuh oleh lapangan
pekerjaan, Seperti yang di alami oleh pemuda asal Banten bernama Hanafi. Berikut
kisah dan catatan Efan tentang kisah Sang Penjual Remot.
Siang itu matahari
terasa sejengkal di atas kepala, panas dan terik terasa menyengkat ketika matahari beranjak dipuncak
siang. Aktifitas masyarakat mulai berkurang
karena waktu isrtahat tiba. Pukul 01.30 wita terdengar suara seorang
pemuda menjajakan barang dagangannya.
Tegar, masih semangat
suara itu mengusik isrtahat kami saat berada di secretariat Kampun Media Lengge
Wawo. Suara seorang pemuda itu masih semangat dan sesekali terdengar dari
kejauhan pemuda dengan membawa tas ransel di punggungnya….Remot….remot…. Suara
itu terdengar semakin mendekat didepan secretariat KML.
Saat itu kami sedang
berkumpul untuk berkoordinasi tentang keaktifan anggota KML dalam peliputan berita, seorang pemuda
ini lewat di depan gang Sekretariat KML,
“Pak Beli Remot”ujarnya. Oh iya…mas sebentar masuk dulu kesini, ujar Sadam anggota KML. Sambil bergegas pemuda ini
masuk dan kami persilakan duduk bergabung dengan kami, sambil ngobrol dan
perkenalkan diri, pemuda ini dengan ramah dan rendah diri kami persilahkan
untuk mencicipi jajanan pasar dan kopi yang kami suguhkan.
Saya meminta kepada
Hanafi untuk Sudah lima tahun,
Hanafi
nama panggilan pemuda asal Propinsi Banten ini biasa disapa. Berada di Bima. Awalnya
menginjakan kakinya di Bima tahun 2009 diajak oleh Bosnya yang sebelumnya merupakan
bosnya di Banten. Berbagai Remot TV, receiver parabola, kipas angina, DVD dan
barang elektronik lainya ini merupakan barang dagangan sang bos Mulya asal dari
Banten juga. Puluhan remot ini di datangkan dari Jakarta oleh Bos Mulya.
Awal mula Hanafi terjun dan bergelut dengan berjualan remot ini, karena sudah
tidak ada lahan pekerjaan lain di kampunngya sehingga himpitan ekonomi keluarga mendesak. Profesi menjual Remot sudah dilakukannya
sejak tamat SMP. Sehingga menjual remot tetap dilakaukan untuk membantu ekonomi
keluarga dan biaya sekolah tingkat SMAnya. 4 saudara Hanafi juga adalah
berprofesi sebagai penjual remot juga. Di Kampunnya semua saudaranya bahkan
hampir 30 porsen pemuda di kampunngya penjual Remot
Di Desa Samparwadi Propinsi Banten dia awalnya tinggal bersama kedua orang
tuanya, Mislar dan Juha. Pasangan suami istri ini dikarunia 8
anak, Kedua orang tuanya berprofesi
sebagai buruh
tani. Dengan menggarap sawah seluah
3 Mislar dan Juha mampu menghidupkan dan menyekolahkan ke 8 orang anaknya ke tingkat SMA dan ada juga yang hanya
lulus SMP.
Pada tahun 2007, Hanafi mendapatkan ujian dan musibah ibunya
meninggal dunia, betapa sedih dan terpukulnya dia saat itu karena tidak bisa
melihat ibunya untuk terakhir kali, karena Hanafi saat itu sedang betrada di
Sulawesi Selatan untuk menjual remot juga. Setelah sebulan remot terjual dan
mendapatkan uang untuk pulang, dia kembali ke Banten untuk berjiarah ke makam
ibunya. Setelah ibunya meninggal, 1 tahun kemudian, ayah Hanafi Mislar menikah
lagi.
Muhammad Hanfi nama lengkap pria kelahiran Banten 27
silam, dengan penampilan
rapi ini merupakan anak bungsu dari 7 bersaudara. Semua saudaranya telah berkeluarga hidup terpisah dengan kedua orang
tua mereka.
Pada tahun 2010, Setelah uang terkumpul Hanafi kembali ke Banten dan menikahi gadis desanya bernama Nety (20
tahun) satu desa dengannya
4 tahun lalu telah dikaruniai 2 orang anak, yang pertama umur 2,5 tahun dan yang kedua berumur 1,5 tahun.
Dengan tekad hanya ingin mendapatakan kehidupan yang lebih baik dan
menghidupkan keluarga kecilnya walaupun masih menumpang tinggal bersama kedua
orang tuanya Hanafi kembali ke Bima untuk menjalani aktifitasnya
menjual remot. Dia lelaki yang tetap berkomitmen bertanggungjawab untuk menafkahi keluarganya.
Dulu sebelum berjualan remot lalu hanya memebantu kedua orang tuanya
menggarap sawah milik orang tuanya. Kadang-kadang disela waktu penggrapan sawah
lalu menyambi menjadi kuli bangunan atau pekerjaan apa saja di kampungnya.
Setelah menikah dengan gadis pilihannya, orang tua lalu memberikan sebagian
sawah garapan orangtuanya kepada 2 orang kakaknya, sehingga sawah yang digarap
orang tua lalu tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan lalu dan keluarga serta
kedua orang tuanya.
Dengan keadaan seperti ini akhirnya Hanafi berinisatif mencari pekerjaan
lain, menuju kota Tangerang Banten, untuk mencari pekerjaan. Banyak profesi yang telah dia
lakoni sebelunya mulai dari buruh bangunan berjualan obat dan lain-lain.
Sehingga akhirnya dia berkenalan dengan Mulya Bosnya skarang, pria asal Banten yang profesi awalnya berjualan remot juga, namun telah berhasil dengan
kegigihannya. perkenalan dengan Mulya
dan ngobrol tentang prospek dan cara penjualan remot ini akhirya Hanafi mencoba untuk berjualan remot. Awalnya coba-coba
namun dengan semangat bekerja dia
akhirnya menggeluti benar profesi ini.
Sitem penjulan sejumlah
remot dari berbagai merk ini,
stok yang berada di toko bosnya di ambil dengan ketentuan 60 sampai 70 remot bahkan bisa sampai ratusan buah remot.
Harga yang ditawarkan adalah 55 ribu
rupiah hingga 80 ribu rupiah tergantung merk remotnya. Dari harga 1 remot dengan harga 55 ribu
misalnya mendapat untuk 20 hingga 25
ribu per remot dan sisanya dia setor ke Bos.
Tetapi ada juga penjual
remot yang menggunakan system membeli
dengan modal sendiri dengan harga aslinya di pedagang penyuplai untuk dijual sendiri tanpa disetor lagi ke
pedagang penyuplai remot. “Namun kata lalu, resikonya kalau tidak ada orang
yang beli dari sejumalah barang yang dibeli banyak misalnya bias rugi, tetapi
kalau saya laku gak laku barang yang gak terjual bias dikembalikan ke bos
penyuplainya”, ujar Hanafi.
Barang dagangannya
dijual dari rumah ke
rumah atau dari kantor ke kantor, dengan
berjalan kaki menelusuri jalan
raya, gang-gang memasuki pemukiman penduduk kadang lewati pematang sawah dan
bukit-bukit yang daerah kampungnya memiliki karakteristik wilayah persawahan
dan berbukit menawarkan kepada masyarakat yang ingin membeli remot.
Kegigihan pria 26 tahun yang lahir 18 Juli 1987 ini patut di acungi jempol,
dia telah menempuh perjalan kurang lebih ribuah kilometer selama menggeluti
profesi ini. Beberapa wilayah di Indonesia pernah di jajali, dari
Lampung, Kalimantan Barat, Makasar, Ambon, Nusa Tenggara Barat, Lombok Sumbawa,
Dompu dan Bima telah dia jelajah
untuk menawarkan barang dagangannya. “Cara berjualannya memang saya dan
teman-teman harus berjalan kaki karena keluar masuk pemukiman dan perkampungan
penduduk kecuali dari kota kekota atau dari kabupaten ke kabupaten memang harus
menggunakan kendaraan umum”, ujarnya.
“Banyak juga masyarakat yang membutuhkan remot, karena remot televisi
mereka yang lama rusak sehingga masyarakat membeli remot yang kami jual. Jenis
remot yangkami jual juga dari berbagai merk seperti, toshiba, sony, politron,
dan ada juga remot merk lain. Yang paling mahal ini remot dengan merk-merk
tertentu seperti sony, toshiba, Sharp rata-rata dijual dengan harga 80
sampai 85 ribu rupiah perbuah karena merk ternama ini sama dengan
yang dijual oleh toko-toko elektronik yang jual remot”, ujar Lalu.
Hanafi hanya menamatkan pendidikan sampai SMP, saat sekolah di SMPN Tirtayasa
Banten dia banyak belajar dari para
guru-gurunya tentang nasehat mangarungi hidup. Yang selalu dia ingat adalah
pesan dari guru agamanya ketika SMP adalah modal
utama dalam mengarungi kehidupan ini adalah kejujuran. Pesan sederhana dari
sang guru tetap ia pegang teguh hingga sekarang.
Walaupun hanya tamatan SMP Hanafi terus belajar dari pengalaman hidup dan proses
kehidupannya. Memang dia tidak memiliki kompetensi khusus dalam hidupnya, hanya
modal utamanya adalah bekerja keras dan jujur. “ Yang tetap saya lakukan dalam
bekerha dan hidup ini Cuma satu pak.... yaitu kejujuran dan bekerja keras”,
ujar Hanafi bercerita dengan semangat saat diwawancarai.
Dengan Modal bekerja keras dan jujur dalam berjualan remot, berapapun yang
dia dapatkan dari menjual remot tetap disyukuri. Dalam sehari dia berusaha
untuk tetap berjualan dengan target 3 ato 4 unit remot yang bisa ia jual.
Dengan harapan remot yang dijual dengan harga 35 ribuh rupiah ataupun 50 ribuh
rupiah dia bisa mendapatkan keuntungan 20 hingga 25 ribuh rupiah perunitnya.
Dari Keuntungan 20 ataupun 25 ribuh rupiah perunit kalau 3 sampai 4 unit remot
terjual bisa menfdapatkan untung 80 sampai 100 ribu rupiah. Sehingga untuk
makan dan uang transportasi hanya menghabiskan 30 hingga 50 ribu rupiah sehari,
jika berjualan hanya di wilayah kabupaten Bima.
Selama ini dia berjualan dari kabupaten ke kabupaten hingga masuk ke
wilayah desa-desa. Misalnya ketika saya dari Kabupaten Dompu menuju Kabupaten
Bima kemudian ketika menjajalkan barang dagangannya di
Bima biasa tidur di kos temannya atau kontrakan temannya.
Tetapi
bosnya menyuruh untuk tetap kembali ke Kota Bima, karena bos nya mengontrak
rumah.
Dalam perjalanan menjual remot kadang-kadang Mesjid kerap kali disinggahi untuk berteduh hanya untuk
istrahat ketika malam tiba. Keesokan harinya dia harus buru-buru bangun untuk
sholat Subuh dan terus berjalan menjajalkan remot dagannya. “Walaupun capeh dan
pegal-pegal ketika menyusuri perkampungan dan pemukiman saya tidak pernah
meninggalkan kewajiban sebagai seorang muslim pak.....yaitu sholat 5 waktu,
karena menurut saya doa dan usaha ibarat badan dengan roh dan tetap mensyukuri
nikmat pemberian Allah Swt ”, ujarnya
dengan suara lirih.
Anak dan istrinya di
Banten menjadi cambuk dan motifasinya untuk tetap bekerja tanpa rasa lelah,
bila kangen dengan anak dan istri Hanafi hanya bis abersua dan bercanda
neanyakan keadaan anak istrinya lewat telepon selular. Bila hasil penjualan
yang ditargetkan bosnya Hanafi kadang dalam setahun bisa pulang ke Banten 3
sampai 4 kali dalam setahun.
Tidak terasa waktu sudah menunjukan pukul 14.58 witta, Hanafi nampak tergesa usai meneguk kopi dan air putih serta
jajan yang kami hidangkan. Akhirnya Dia pamitan ke kami yang duduk mendengarkan
cerita perjalanan hidupnya, kami duduk terdiam dan terpaku mendengar kisah
perjalan Lalu yang begitu tegar dan semangat menjalani hidupnya.
Pelajaran yang sangat berharga yang kami dapatkan dari seorang Hanafi yang hanya menamatkan pendidikan di bangku SMP. Bekerja
dengan keras pantang menyerah, jujur dalam mengarungi kehidupan dan tetap
beribdaha dan berdoa, itu kalimat yang kami ingat dari seorang Hanafi
Penjual Remot.
Jangan pernah meremehkan seseorang dengan melihat pekerjaanya atau
profesinya, tapi niat tulus seseorang bekerja tanpa pamrih dengan harapan bahwa
Tuhan tidak pernah buta menilai setiap apapun pekerjaan kita dengan hati dan
keihlasan karena suatu saat nanti akan ada kesempatan yang lain di waktu dan
kesempatan yang lain tuhan memberi rezeqi atas usaha dan kerja kita selama ini.
Ditengah, sempitnya
lahan pekerjaan, naiknya harga barang akibat kebijakan pemerintah menaikan BBM,
Hanafi tetap tegar dan menjalani profesinya, Padahal kayanya sumber daya alam
Negara Indonesia harus mampu mengatasi permasalahan pengangguran dan lapangan
pekerjaan bagi warganya.
“Saya pamitan
mas.....terimakasih atas hidangannya”ujar Hanafi sambil berlalu dihadapan kami.....kami
tertegun, terdiam, masing-masing merenung.......... (Efan)
0 komentar:
Posting Komentar