KM.LENGGE WAWO,- Komunitas Sampela Lengge Maria (KSLM) Wawo adalah sebuah kelompok yang bergerak dalam bidang adat
dan budaya di Kecamatan Wawo yang resmi berdiri Pada Sabtu, 29
September 2012 di Desa Maria dengan pencetus/pendirinya Adi Irawan, S.Pd dan ketua umum pertama Briptu Ramadhan. Komunitas ini terstruktur dibawah naungan AliansiMasyarakat Adat Nusantara (AMAN), memiliki visi dan misi yang jelas dalam
mengembalikan, melestarikan, memajukan dan mensosialisasikan adat dan budaya
yang ada Kecamatan Wawo dan meninggikan martabat
masyarakat adat mulai skala
regional, nasional sampai internasional. Komunitas
Sampela Lengge Maria
Wawo memiliki motto
atau pedoman yang diadopsi bersumber dari ajaran etika dalam kehidupan
masyarakat Mbojo yaitu “Maja Labo Dahu” yang merupakan wahana pendorong semangat
dan kebulatan tekad untuk berbuat baik, berwatak kesatria, memupuk rasa
kesetiakawanan sosial dan mengutamakan kepentingan masyarakat banyak dari pada
kepentingan pribadi.
Nama komunitas ini diadopsi dari bangunan Lengge yang
merupakan situs budaya dan ciri khas bangunan kebanggaan masyarakat
Wawo yang
berabad-abad lamanya berdiri kokoh ditengah kemajuan pembangunan dalam bidang
insfrastruktur yang serba canggih dengan corak yang sangat modern. Bangunan
Lengge tersebut posisinya berada tepatnya di Desa Maria Kec. Wawo dengan tetap
menampilkan keaslian bangunan tersebut. Pembentukan komunitas ini terinspirasi
dari kemajuan adat dan budaya yang ada di Bali yang berdampak pada pembentukan
karakter sumber daya manusia Bali yang beradat dan berbudaya sehingga Bali
memiliki ciri khas tersendiri dimata negara-negara dunia. Dengan adat dan
budaya yang kuat disamping dukungan masyarakat yang menjujung tinggi
nilai-nilai adat dan budayanya sehingga wisatawan baik dari Domestik maupun
mancanegara berdatangan ke Bali dan berefek terhadap peningkatan taraf ekonomi
masyarakat setempat. Dari hal demikian sehingga kami bersemangat untuk
membentuk komunitas ini karena di Kecamatan Wawo sangat kaya akan adat dan budaya peninggalan nenek
moyang yang sampai sekarang masih ada dan sebagian adat dan budaya tersebut
sudah ditelan oleh perkembangan jaman yang semakin modern dengan gaya hidup
generasi muda kian hari bertambah lupa bahkan tidak tahu akan kekayaan
peradaban adat dan budaya peninggalan pendahulunya. Dari permasalahan demikian
komunitas ini bertujuan untuk mengembalikan, melestarikan dan memajukan adat
dan budaya setempat dan meninggikan martabat
masyarakat. Komunitas
Sampela Lengge Maria
Wawo memiliki agenda
program jangka pendek, menengah dan program jangka panjang dalam menggapa
cita-cita yang di idamkan, untuk mewujudkan hal ini membutuhkan proses
kesabaran, perjuangan yang matang dari pengurusnya dan dukungan dari seluruh
elemen masyarakat setempat.
Menengok kekayaan dan kejayaan sejarah adat dan budaya
masa lampau, patut diakui bahwa masyarakat
Wawo memiliki aturan
hidup tersendiri yang harus ditaati dan dijalankan oleh semua warga yang
mendiami di wilayah tersebut. Aturan tersebut tidak bertentangan dengan aturan
UU negara dan syari,at agama Islam yang merupakan agama mayoritas yang dianut
oleh masyarakatnya.
Adapun kekayaan adat dan budaya yang masih ada dan sudah
punah (dilupakan) di Kec. Wawo yang harus dikembalikan, dikembangkan dan dilestarikan
oleh komunitas ini dan masyarakat setempat, antara lain: 1. Adat melamar
seorang gadis untuk menjadi calon istri yang disebut Panati; 2. Adat
menempatkan tamu-tamu dalam sebuah upacara adat; 3. Adat menempatkan makanan
dan jajan dalam acara adat; 4. Adat bertamu di rumah orang; 5. Adat berpakaian
bagi laki-laki dan perempuan; 6. Adat mandi di tempat terbuka; 7. Adat
berbicara dengan orang tua, pejabat dan orang sebaya; 8. Adat makan dan minum;
9. Adat (bahasa) memanggil orang untuk ikut acara adat dll; 10. Adat perkawinan
dan perceraian; 11. Adat pergaulan pemuda dan pemudi; 12. Adat kerja bagi
hasil. Adapun budaya, antara lain: 1. Gotong royong; 2. Ndece (Weha Rima); 3.
Ngge’e nuru; 4. Karawi nuru (sumbangan kerja) pada orang tua calon istri; 5.
Penentuan bersama untuk hari, bulan untuk mulai kegiatan pertanian, sawah dan
ladang; 6. Penentuan hari dan bulan untuk mulai panen hasil; 7. Teka ro ne’e
pada keluarga yang punya acara do’a atau selamatan; 8. Kebiasaan bantu-bantu
pada musim paceklik (kelaparan); 9. Budaya saling menasihati antar sesama tanpa
membedakan ras dan golongan; 10. Budaya silahturahmi antar keluarga sampai
nasab yang ke-7, adapun urutan atau susunan nasab ke-7 yaitu: Anak, Ama, Ompu,
Waro, Suri, Babende, Babau dan baboa; 11. Mengembalikan budaya maja labo dahu
yang bermakna beriman dan bertakwa.
Adapun Kesenian tradisional yang ada di Kecamatan
Wawo dibagi menjadi 3
macam, antara lain: seni tari, seni suara dan seni musik. Seni tari tradisional
antara lain: tari manca, tari buja kadanda, tari rebo, tari maka tua, tari
sampari dan tari wura bongi monca. Seni suara tradisional terdiri dari: Seni
rawa mbojo, rawa sagele, patu nu’a, patu panati, zikir kapanca / zikir maulid
nabi, zikir donggo mara, zikir tua mbojo dan zikir hadrah. Sedangkan seni musik
antara lain: Seni musik gendang, Silu, Sarone, Katongga haju, katongga o’o,
gambus, ketipung, gong dan kareku kandei.
Disamping keseniannya Kecamatan Wawo memiliki kekayaan kearifan lokal yang kaya akan makna
dan nilainya, antara lain: Anyam bakul dari bambu, anyam nyiru dari bambu,
anyam topi dari bambu, anyam tikar dari daun pandan, anyam kampao cila dari
rotan, anyam alas periuk dari humpa, menggosok mata cincin dari batu aji,
menenun sarung bima dari benang nggoli, menenun here loko (ikat pinggang) dari
benang nggoli, menenun bahan baju mbojo dari benang nggoli, menenun sambolo
(topi) dari benang dan membuat alat tenun dari bahan kayu antara lain: tampe,
lihu, cau, tandi, taropo, janta, kisi, langgiri, ale dan janta.
Kearifan lokal membuat nasi santan dari berbagai jenis
beras selain dari padi, antara lain: nasi santan dari beras jawawud, nasi santan
dari beras gandum (latu), nasi santan dari beras karuku, nasi santan dari beras
pejo, nasi santan dari beras kacang panjang, nasi santan dari beras lawu’i,
nasi santan dari beras kacang hijo dan nasi santan dari beras kedelai. Kearifan
lokal dalam membuat sambal (doco) antara lain: sambal yang menggunakan terasi
dan sambal yang menggunakan kepiting air tawar.
Kearifan lokal dalam membuat sayur, antara lain: sayur
asam khas wawo, sayur santan khas wawo, sayur manis khas wawo dans sayur gude
khas wawo. Sedangkan kearifan lokal dlam membuat mangge mada, antara lain:
mangge mada ayam dengan kahuntu kalo dan mangge mada ikan laut dengan buah
mangga muda dengan buah pisang kalo goa yang masih muda.
Bangunan bersejarah di Kecamatan
Wawo yang masih lestari
sampai sekarang, antara lain: rumah tradisional wawo, kolam pemandian oi wobo,
rumah penginapan pasanggerahan dan kebun raja lewi ruma sangaji. Adapun
tempat-tempat bersejarah yang masuk skala nasional, antara lain: kuburan ncuhi
maria, batu lesung gendi, batu lesung doro tawoa, batu lesung kaliwu, batu
lesung rida lenggo, batu lesung jalamba, batu lesung riamau dan batu lesung so
tantu. Tempat-tempat bersejarah yang belum masuk skala nasional, antara lain:
benteng pertahanan sori kuta maria, benteng pertahanan moja ntori,
markas/gudang senjata so bedi di bangguwa, kuburan ncuhi maria di maria, wadu
sigi doro ntori di dusun Fo’omboto Desa Maria, kuburan ruma-ruma di so bangguwa
di desa ntori dan hutan adat di rade rasa sambu. Sedangka upacara adat dou
maria, antara lain: upacara adat khitanan (zikir kapanca), acara adat boho oi
mbaru, upacara adat do’a dana, upacara adat sesi ampa fare di rumah lengge,
upacara adat antar mahar, upacara adat nika neggu, upacara adat maulid nabi,
upacara adat idul fitri, upacara adat idul adha, upacara adat do’a aqiqah,
upacara adat tio riana (mertua), upacara adat do’a panta cu’a dan upacara adat
wonto cu’a.
Semua kekayaan adat dan budaya yang ada di Kecamatan
Wawo tersebut
merupakan anugerah dan karunia yang di berikan oleh Allah SWT kepada kita semua
yang patut kita syukuri bersama. Oleh sebab itu kekayaan adat dan budaya
merupakan perkerjaan rumah yang harus kita hidupkan, lestarikan dan dikembang
oleh Komunitas Sampela Lengge Maria Wawo dengan seluruh elemen masyarakat dan
pemerintah setempat. Walaupun di era globalisasi dengan gaya hidup
masyarakatnya yang modern, semoga dengan kehadiran komunitas ini diharapkan
masyarakat yang ada didalamnya mampu terbangun pola pikir modern/maju tanpa
menghilangkan dan tetap menjujung tinggi nilai adat dan budaya daerah. Kalau
masyarakat setempat beradat, berbudaya dan menjunjung tinggi kearifan lokal
yang berada dalam masyarakat tersebut, maka cita-cita bersama untuk mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur akan tercapai. Terlebih lagi Insya Allah akan
membuka peluang lapangan kerja baru dan meningkatkan taraf ekonomi dan
kehidupan sosial masyarakat setempat bisa terwujud. (galank)
0 komentar:
Posting Komentar