KM. LENGGE WAWO,-Matahari tengah memasuki peraduan setelah seharian
berkelana mengitari jagat raya. Sepasang tekukur tampak menghiasi langit biru
yang mulai redup menuju sebuah bukit hijau. Mungkin mereka sedang dalam
perjalanan pulang ke sarang. Tidak lama kemudian terdengar suara muadzin
bersahutan memecah angkasa, menyeru
semua manusia yang mendengarnya untuk
segera meninggalkan segala aktifitas keduniaan mereka untuk segera menunaikan ibadah
Sholat Maghrib. Dalam pada itu sekempulan remaja putri bermukenah putih bersih sembari
bercanda ria terlihat sedang memasuki pintu gerbang sebuah sekolah. “SMPN 1
Wawo”, demikian yang tertulis pada
plang
nama tepat di sebelah kiri gerbang yang mereka masuki – Sekolah Menengah
Pertama tertua keempat yang ada di Kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Sementara itu segerombolan remaja putra berkopiah hitam
mengikuti dari belakang. Arah mereka sama, memasuki pintu gerbang sekolah itu. Mereka
semua terlihat sangat bersemangat.
Namun, kehadiran mereka di sekolah itu bukanlah untuk
mengikuti pelajaran di dalam kelas layaknya rutinitas mereka pada pagi hingga
siang hari. Melewati pintu gerbang dari terali besi bercat hijau itu mereka
belok ke kanan menuju sebuah bangunan megah namun sederhana. Jika kita melihat
ke atas tepat di depan pintu masuk, maka akan jelas terlihat sebuah papan cokelat
berukuran 30 x 40 cm bertuliskan “MASJID
BAITUL MAKMUR”. Di situlah sekumpulan remaja putri dan segerombolan remaja
putra tadi berkumpul dan menunaikan segala kewajiban mereka dari Maghrib hingga
Isya’. Sebuah tradisi turun termurun yang tiada pernah putus semenjak masjid sekolah
itu didirikan pada tahun 1992 silam.
Demikianlah gambaran keseharian para siswa SMPN 1 Wawo
yang senantiasa terikat dengan masjid sekolahnya. Selepas sholat Maghrib berjamaah
sembari menunggu masuknya waktu Isya’ beragam kegiatan dilaksanakan secara
silih berganti: tadarusan, yasinan bersama, siraman rohani serta tanya jawab
seputar agama Islam. Didasari oleh panggilan jiwa, kepala sekolah bersama guru secara
bergantian memberikan bimbingan kepada para siswa di antara dua waktu tersebut.
Sesekali, kepala sekolah mengundang para da’i untuk memberikan kultum kepada
para jamaah.
Jamaah Masjid Baitul Makmur tidak hanya berasal dari
unsur siswa dan guru SMPN 1 Wawo, melainkan juga warga masyarakat sekitar
masjid. Seperti halnya masjid-masjid lain di masyarakat, Masjid Baitul Makmur
juga dijadikan sentra pelaksanaan sholat jum’at, suatu kondisi yang jarang
dijumpai pada masjid-masjid sekolah lainnya, sekalipun sekolah tersebut adalah
sekolah yang berlabel agama di Kecamatan
Wawo khususnya, dan Kabupaten Bima umumnya
Kondisi di atas mengingatkan penulis ketika pada salah
satu kegiatan tutorial di Universitas Adibuana Surabaya, Dr. Choirul
Bashar,M.Pd., memberikan testimoninya
bahwa sekarang sarana yang ada di berbagai kebanyakan lembaga pendidikan tidak
lebih dari sekedar image semata bahwa sekolah tersebut memiliki kelengkapan
sarana/prasarana. Sangat sedikit yang memanfaatkan sarana seperti mesjid
sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai-nilai,hanya dibangun sebagai pelengkap
image semata.
Ketika kami melaksanakan kegiatan OJL di SMPN 1 Bolo,
pada salah satu kesempatan kami melaksanakan sholat dhuhur di mesjid
sekolah.Usai beribadah bapak kepala sekolah menceritakan bahwa mesjid yang sedang dalam tahap renovasi
tersebut sehari harinya diserahkan kepada masyarakat sekitar baik pengelolaan
manajemen maupun fungsinya.
Oleh: Mulyadin, S.Pd. M.Pd
(Kepala SMPN 1 Wawo)
0 komentar:
Posting Komentar