Di
bawah bulan setengah rabun tanahku berwarna merah apakah langit dibingkai gincu
hingga para bandit menyusur rongga malam.. di bawah
bulan merah jingga sekeping perak jatuh
di kolong lumbung tanahku yang memerah memungutnya ...
untuk menjadi tanah air
bagi anak-anaknya anak yang berdiri di atas punggung ayahnya menyeret belati dan ibunya yang tak henti berdoa bagi pengampunan
di bawah sepatu nakal putra bersarung bedil negeri ini semakin suram dalam kaca
televisi yang dihiasi gambar-gambar badut, tidak menyeramkan, tetapi membunuh! politikus
membunuh seniman seniman berdagang luisan bunting pedagang yang membunuh
pewarta pewarta disuap birokrasi birokrasi korup mencari jalan jalan-jalan
dipenuhi pelacur para pelacur masuk di rumah- rumah ibadah kotbah berbau
sara.... hati agamawan dicemari limbah politik dan tentara hanya termangu
menunggu perintah antri gaji bulanan sambil mengelus pucuk senjatanya para
polisi sibuk membuat draft penerimaan calon polisi baru melabelinya dengan
target angka-angka rupiah yang makin melonjak tinggi para
petani menggarap sepetak tanah, sepetaknya lagi digadai untuk membeli pupuk para
nelayan menerkam badai, menebar jaring untuk menangkap teri sementara kapal
asing leluasa menguras isi samudera
bedebah !!! hanya marah kosong seperti bau kentut di bawah cahaya bulan yang memerah
rona gadis pantai melukis matahari di atas pasir menjaring puisi bagi sang jejakanya yang telah menjadi babu di negeri mimpi bulan merah ... puisiku belum usai.
bedebah !!! hanya marah kosong seperti bau kentut di bawah cahaya bulan yang memerah
rona gadis pantai melukis matahari di atas pasir menjaring puisi bagi sang jejakanya yang telah menjadi babu di negeri mimpi bulan merah ... puisiku belum usai.
(La Odet) - Efan
0 komentar:
Posting Komentar